Besok Lebaran, karenanya malam ini seharusnya saya takbiran. Tapi apa daya untuk melakukannya di mesjid seperti masa kanak-kanak dulu rasanya terlalu banyak hambatan. Iya, ironis.. seharusnya semakin bertambah umur semakin meningkat pula kegiatan dan aktivitas yang berhubungan dengan ajaran Rosul, salah satunya takbiran di mesjid, faktanya hal itu lebih semangat dilakukan di masa kanak-kanak dulu dibanding sekarang. Saya engganmembayangkan bagaimana berlinangnya air mata Rosul melihat pemuda seperti saya yang lebih memilih takbiran di rumah dibanding di mesjid.
Ada beberapa hal hambatan dan rintangan saya untuk melakukan takbiran di mesjid, yaitu :
1.bapak-bapak yang takbiran di mesjid biasanya sudah cukup umur dan cukup ilmu agamanya. Untuk memberikan variasi kegiatan di sela-sela takbiran seperti diskusi masalah politik, gosip artis atau hanya sekedar bertukar aplikasi BB rasanya akan sangat sulit.
2.Saya juga tidak terlalu banyak kenal dengan Bapak-Bapak yang takbiran di mesjid, jadi untuk mengkudeta mikrofon agar saya gunakan untuk berorasi dalam rangka mengggugah hak control masyarakat terhadap rencana pembangunan gedung DPR yang menghabiskan 1,6 T atau mengingatkan masyarakt untuk tidak melupakan kasus bank century dan kasus BLBI rasanya aga ngelunjak juga.
3.Acara televisi memberikan rasa penasaran yang sangat mendalam buat saya dalam hal mengemas takbiran dimasa kini ; panggung megah, lampu sorot mewah dan diisi artis yang mendadakberpakaian seperti sudah seperti alim ulama yang khatam 30 juz dalam satu kali solat taraweh, padahal setelah dia bernyanyi dia lalu berteriak..’boleh minta tepuk tangannya semua..’ –kata2 yang tidak pernah saya dengar keluar dari mulut Bapak-bapak yang takbiran di mesjid.
Buat saya -yang selalu tampil sebagai pahlawan pembela pembenaran- mau melakukan takbiran di mesjid, di rumah, atau di pusat perbelanjaan, Hari Raya Idul Fitri adalah milik semua orang, baik yang puasanya penuh sebulan atau tidak, untuk kaum muslim atau bukan, PJKA, Damri, maskapai penerbangan, juga milik pemilik toko, milik bos hipermarket, penjual daging, penjual ketupat, preman pasar, penembak misterius, kelompok kapak merah, Akbar Tanjung, Ajat Sudrajat, Roma Irama dan soneta, remaja ataupun dewasa, semua menyambut dengan rasa suka cita dan bergembira, entah karena motif ekonomi, motif pembaharuan baju lebaran atau karena cuti panjang.
Tapi sebetulnya ada golongan yang masih berharap-harap cemas ditengah kebahagiannya Idul Fitri karena masih menunggu kebijakan Menkominfo dalam blokir memblokir situs tertentu, apakah masih berlaku atau tidak. Lalu yang juga harusnya harap-harap cemas adalah pemerintah, karena selama ini masyarakat (terutama saya) menahan diri untuk berkata-kata kasar atas kegoblokan diplomasinya dengan Malaysia, atas kasus century yang tak kunjung selesai, dan atas remisi terhadap para koruptor yang segampang ‘sale lebaran’ dan ‘midnight sale’.
Apapun, mari di malam ini kita panjatkan puja puji kehadirat Allah yang Maha Suci, kesalahan hanya milik manusia, dan kegoblokan hanya milik pemerintah Indonesia.
Maha Besar Allah, Allah Maha Pengampun, Maha suci Allah . Tiada Tuhan selain Allah.
No comments:
Post a Comment