Wednesday, November 05, 2014

Persib asup pinal mang ..

Kalau pun ada yang bilang persib menang lalu tidur menjadi tibra, ternyata salah juga. saya mengalaminya semalam ..
Kemenangan Persib hancurkan Arema 3-1 adalah segala keindahan dari yang tersisa di kepulauan nusantara akhir2 ini diantara kusutnya DPR, ilegal fishing, ilegal logging hingga ilegal protitusi. *mana ada prostitusi yang tidak ilegal ya*.
Kemenganan persib adalah puncak dari penatnya hiruk pikuk pekerjaan, ditolaknya ide sama bos2 yang boloho tapi sok tau, rekan kerja yang antikorupsi tapi mark up anggaran, dan pamajikan yang cantik dan pura2 ramah padahal uring2an ingin mini cooper.
Ini bukan tentang mengalahkan Arema-nya (yang biasa terjadi), bukan juga tentang skor 3-1 nya, tapi ini tentang masu ke final nya itu lho .. final...
Berati satu langkah lagi persib jadi juara Liga Indonesia 2014. Liga yang selama 18 tahun ini berubah jadi liga jadi2an, liga atur2an, yang jauh penuh drama dibanding sinetron tukang bubur naik haji.
Tidur saya kurang tibra semalam kusabab masih euforia ingin nonton persib di final, yang tidak pernah saya lakukan seumur hidup saya. Pas tahun 1995 saat final lawan petrokimia, saya tidak berkesempatan untuk nonton Persib di Gelora Senayan (kata sambas, dulu), sekarang GBK. Saat itu saya dilarang orangtua, maklum saya masih kelas 2 smp dan rata-rata yang pergi ke jakarta dari kampung saya pergi naik truk terbuka. Orang tua cerdas dan bernas seperti Ibu dan Bapak saya jelas akan melarangnya. Jadi ya sudah saat itu saya tetap tinggal dibandung, nonton Persib vs Petrokimia lewat TV Digitec Ninja 14 inch, yang seperti kita maklumi bersama untuk mendapatkan gambar yang mulus seperti kulit Syaiful Jamil, antenanya harus digeret pake bambu yang menjulang seperti monas.
Ya, ini lah saatnya saya nonton Persib di pinal. Ya, pinal a pinal *)pake ep.
Final jelas bukan pertandingan putaran liga biasa yang cuma pengaruhi peringkat di klasemen, bukan juga seperti pertarungan KIH Vs KMP di DPR yang lucu-lucuan. Ini pertarungan kalah dan menang, seperti halnya Elias Pical Vs Galaxy, Muhammad Ali VS George Foreman atau Julia Perez Vs Dewi persik. Menang berarti juara, pahlawan dan diagung-agungkan bak Habib Rizieq di FPI. Sedangkan kalah berarti pecundang dan tanpa ampun, serta tidak punya kesempatan untuk menggugat ke MK, PTUN atau KUA sekalipun untuk merubah hasil pertandingan.
Ya, final memang dramatis. Ini lah yang membuat saya tidak cukup nyenyak tidur, karena ingin menjadi saksi langsung di pertandingan tersebut. Kalau Persib menang artinya kita bisa meluapkan kegemberiaan tiada tara bersama dan bergemuruh dengan seisi stadion. Kalau kalah sekalipun setidaknya bisa berbagi sedih bersama bobotoh lain, kalau boboth tidak mau berbagi sedih mudah2an orang palembang mau menampung air mata ini, setidaknya bisa menjadi campuran cuka pempek.
Pertandingan diputuskan untuk dilangsungkan di Jakabaring, Palembang. Sayang tidak di Jakarta memang. Tapi ga usah dipikirkan apalagi dicurigai. Karena sesungguhnya kecurigaan itu sudah dimonopoli oleh para istri di sinetron CHSI.
Sekarang kita pikirkan bagaimana caranya bisa membohongi atasan agar bisa bolos dan lalu terbang ke Palembang, syukur-syukur dibiayai. Karena semulia-mulianya bobotoh kantoran adalah bobotoh yang nonton persib atas biaya dinas dengan penuh kesadaran dan tidak sedang dibawah ancaman istri.