Friday, October 20, 2017

Pengalaman Triathlon Pertama Saya

*)bacaan bagi para virgin tri
Kawan, sini kuceritakan.
Jika hidupmu mulai bosan, cicilan makin gendut, karir mulai usang, atasan semakin mirip Datuk Maringgih dan Istri makin seram kaya rumah pengabdi Setan di pangalengan, maka saya sarankan untuk mulai membukan hati dan mengetuk pintu untuk berkenalan dengan satu permainan memabukkan dan tak beradab bernama Triathlon.
Mulanya saya pikir olahraga ini hanya diperuntukan bagi orang-orang “sakit”, tidak berperikemanusiaan dan jauh dari nilai-nilai Dasadarma Pramuka. Bayangkan saja, jarak terpendek yang harus ditempuh adalah 750m berenang, 20 km bersepeda dan lalu 5km berlari (disebut sprint distance). Jarak terpanjang ? 3,8 km renang, 180 km sepeda, 42,2 km lari dimana lulusannya disebut Ironman. Orang Normal ? tidak. Kelainan jiwa ? Jelas.
Adalah Om Farhan, yang jadi mak Comblang saya untuk berjodoh dengan triathlon. Saya langsung dijeblosin untuk ikut Herbalife Bali Triahlon 15 Oct 17 kategori Sprint Distance, dan itu disampaikan sesaat setelah finis lari 10K di ajang Pocari Sweat Bandung, 30 Juli 2017. Artinya saya punya waktu 2.5 bulan persiapan untuk latihan menyelesaikan triathlon kelas sprint distance. Idealnya selama 2,5 bulan itu persiapan yang dilakukan adalah belajar teknik-teknik lari-renang-sepeda yang baik dan benar sesuai GBHN. Pada prakteknya yang saya lebih banyak pelajari adalah bagaimana cara meyakinkan istri untuk menyiasati belanja perlengkapan triathlon diantara himpitan cicilan-cicilan.
Modal saya berlari adalah pernah menyelesaikan lari 10K di Bandung itu, dan sebetulnya itupun satu-satunya lari 10K yang perch saya selesaikan seumur hidup saya. Saya sendiri mulai berlari mulai akhir Juni 2017. Sebelum itu, saya hanyalah pesakitan urat kejepit yang cuti berolahraga sejak 2012. Dalam kurun waktu 5 tahun itu saya hanya diperbolehkan olahraga dalam bentuk berenang, yoga dan senam hamil (ketiganya tidak saya lakukan). Selama masa itu pula saya hanya menjadi atlit pemain PES dan 2 tahun terakhir menjadi manager tim sepakbola dalam game FPL (fantasy premiere league).
Lalu bagaimana dengan berenang ? Saya mulai latihan berenang beneran setelah upacara bendera 17 Aug 2017 (2 bulan sebelum race). Saat sebagian warga Indonesia merayakan Agustusan dengan berbagai lomba, saya berlomba dengan diri saya sendiri dan langsung pasang target ambisius, yaitu melewati rekor jarak ujian praktek EBTANAS tahun 1999 : berenang gaya bebas nonstop 500m. Hasilnya ? saya dapat menyelesaikan nonstop 100m gaya bebas, 100 m gaya katak nonstop, dan sisanya ? mati gaya dan kehabisan nafas.
Hari-hari berikutnya saya lalu berlatih rutin 1minggu 2x walau tanpa coach yang bisa mengarahkan saya cara berenang yang efektif, efisien dan berdaya saing. Saya juga rajin membuka youtube channel untuk mendukung latihan berenang saya seperti “Basic swimming technic”, “Open water Swimming for beginner” dan “Top 10 destinasi kuliner di Sanur-Bali”.
Akhirnya saya betul-betul bisa berenang gaya bebas 500m nonstop ketika simulasi triathlon pertama bersama mas Willy Pratama dkk di Sentul pada awal September (1,5 bulan sebelum race). Itupun dengan catatan waktu hampir 30 menit. Catatan waktu saya membaik lagi pada simulasi kedua (seskaligus simulasi terakhir) 2minggu sebelum race bersama Narita dkk di Spring Sumarecon. Catatan waktu saya u 15 menit. Ini merupakan waktu terbaik berenang saya sejak perang Fatahilah menyerang benteng Batavia. Ya, Saya cukup puas. Belakangan ternyata rasa puas ini adalah musuh tercantik dalam selimut yang menjebak saya dalam race sesungguhnya.
Saya baru belajar naik sepeda road bike, belajar ganti gigi, handling dan lain-lain pas awal September saat simulasi sama Mas Willy dkk itu. Jarak 20K saya selesaikan dalam waktu 1,5 jam. Sangat cepat jika dibanding sepedahan anak saya pakai roda 3. Catatan waktu sepeda terbaik saya didapat saat saat simulasi di springs akhir oktober (2 minggu sebelum race), 20K selesai dalam 1 jam 5 menit, ini catatan rekor terbaik versi keluarga besar almarhum M. Usman Sukria (ayah saya).
Karena kebanyakan pesepeda keren triathlon pakai sepatu sepeda dan cleat, saya putuskan saat race nanti saya akan pakai sepatu sepeda dan cleat juga. Saya beli 1 minggu sebelum race. Yes, melepaskan sepatu dari cleat di atas sepeda itu rasanya seperti Ajat Sudrajat melesakan gol balik bandung ke gawang PSMS Medan, keren. Namun karenanya, peristiwa heroic itu terjadi H-1 sebelum race. Betapa heroic nya saat itu ibu2 yang sedang belanja di warung membantu saya berdiri dari sepeda karena tejatuh. Saya gagal buka cleat pas mau berhenti beli minum waktu. Aaah malu.
Pada akhirnya hari penghakiman itu tiba. Saya siap sedia ikut race triathlon pertama saya sejak garis-garis besar haluan Negara diciptakan di negeri ini.
Swim leg saya selesaikan segagah spionase di markas CIA, dalam adegan dicelupin ke bak mandi penuh air lalu diestrum. Ya, megap megap. Saya melupakan satu bab latihan berenang dalam untuk triathlon, yaitu saya harus belajar OWS (open water swimming). Fatal dan memabukkan. Di 200 m pertama saya pakai gaya bebas saya ga maju-maju, pakai gaya katak saya kehantem ombak, alhasil saya menjadi atlit Fear Factor dalam episde kuat-kuatan minum air laut. Saya menyelesaikan bab berenang saya ini dengan gaya terkuat umat manusias tertua untuk survive, yaitu SAKA. (Sakahayang, sakabisana, sakainget). Di 100 m kedua saya berhasil survive dengan segala daya upaya dari mulai jurus gaya dada, gaya bebas, lompat kodok, gaya orang-orangan sawah dan gaya sebisa-bisa saya. Hasilnya saya malah melaju nyasar menjauh dari pelampung penanda race (belakangan saya baru tahu itu namanya Buoy). Barulah 200 m terakhir saya bisa berenang dengan sedikit aga kencang karena terbantu dibawa ombak ke bibir pantai. Total waktu berenang saya hampir 20 menit.
Bike leg saya selesaikan tanpa hambatan berarti, kecuali mulai merasa lapar dan lalu seketika inget gehu dan bala-bala. Total waktu bike leg saya hampir 50 menit. Lagi-lagi saya memecahkan catatan waktu rekor rumah tangga saya sendiri. Saat run leg, rasanya saya sudah ngebut seperti angkot Cicaheum-Ciroyom, namun ternyata banyak peserta lain yang larinya jauh lebih kencang dan ugal-ugalan seperti Kopaja P20 senen-lebakbulus.
Run leg 1 KM terakhir saya sudah membayangkan gaya apa yang memadai untuk difoto saat garis finish. Dari berbagai pilihan gaya, saya putuskan pilih gaya Cristiano Ronaldo mencetak gol, walau pada prakteknya nanti ternyata saya lebih mirip gaya Zulham Zamrun sedang sariawan.
Akhirnya saya bisa menyelesaikan SD saya dengan segala keterbatasan dan hasil seadanya. Saya selesai 1:46:57 beda kurang dari 1 menit dari Om Farhan selaku senior, pelatih, competitor terdekat sekaligus ayah (karena di race ini saya pakai nama Anaknya, Bisma) yang selesai dengan waktu 1:46:06. Coba bandingkan dengan teman-teman latihan saya : Mas Willy Pratama (1:34:47) Mas Sendi (1 : 31 : 46) Mba Narita (1:38:13) Edwin (1:28:32) dan suhu di atas suhu : Chaidir Akbar (1:15:41)
Tapi cukup lah hasil saya ini untuk menghibur diri saya sebagai alumni pesakitan urat kejepit dan pelangan tetap cantengan. Kalau boleh sombong, menyelesaikan SD ini jauh lebih mudah daripada menghafal nama-nama mentri pada cabinet Repelita III orde baru sambil OD race.
Kawan, jika kau mulai ragu untuk tidak memulai triathlon, maka mulailah. 2,5 bulan cukup lah untuk memulai olahraga yang memabukan dan sialan ini. Tanpa perintah wajib militer kita tetap akan sukarela mau menyiksa sendiri berlatih demi tersenyum manis dan penuh wibawa di garis finish.
Namun, di atas itu semua olahraga tri ini baik untuk kesehatan dan awet muda. Seperti kata pepatah bahwa sesunggunya minimal berlatih triathlon 2x30 menit dalam 1 minggu membuat kita terlihat lebih muda dibanding kakek nenek kita.
Di luar sana sudah banyak para ironman ironman jagoan dan handal yang malang melintang di race triathlon baik dalam dan luar negeri. Biar saja usah minder. Kita siapkan saja diri masing-masing sebagai pemula tri untuk kebahagiaan yang happiness dan demi masa depan yang lebih future.
Jakarta.190817