Friday, June 19, 2015

Saya dan Teman sebangku

Kawan,
Saya punya teman-teman sebangku SMP yang hebat namun ngenes. Tepatnya, mereka yang hebat saya yang ngenes.
Teman sebangku kelas 1 SMP saya adalah malaikat jadi-jadian. Ridwan Yuniardhika namanya. Sesuai namanya dia bak malaikat penjaga surga. Senyumnya adalah sapuan kuas Da Vinci, langkahnya adalah langkah Cristiano Ronaldo menuju podium penerima Balloon D’or. Bicaranya seperti Bang Haji Roma memanggil Ani. Berwibawa dan pantas. Sepatu warrior saja jika melekat di kakinya tampak seperti Nike Jordan.
Kalau kami berjalan bersama, Dia adalah Onky Aleksander sedang saya Emon. Dia Dude herlino sedang saya asisten kameramen. Dia adalah kursi sofa tamu yang terbuat dari kulit domba, sedangkan saya hanya asbak rokok. Dia buku sastra Kahlil Gibran, saya struk pembeliannya. Itulah mengapa walau kami teman baik sebangku namun saya menghindar untuk naik angkot bersama. Ini aturan sacral. Kalau ingkar, ngenes akibatnya.
Kalau dia tersenyum, abg-abg diangkot selalu terserang virus aneh yang berbentuk pipi memerah, duduk gemeter atau senyum-senyum disentry. Dan saya hanyalah stiker yang menempel legendaris diangkot : “Naik gratis turun bayar”
Teman sebangku itu bagai jodoh dalam kata arti selebor. Kita bisa memilih, dipilihkan, atau juga kawin paksa. Dan saya lupa bagaimana caranya saya berjodoh dengan teman sebangku kelas 3 SMP yang membuat saya tampak seperti keledai yang jatuh kelubang dua kali.
Ahmad Galih Kusumah adalah kengenesan saya kedua. Dia adalah bintang lapangan dalam arti sesungguhnya. Idola abg-abg tanggung. Bayangkan, dia andalan sekolah di cabang-cabang olahraga popular anak abg jaman orde baru repelita IV : Volley, Basket dan Sepakbola.
Di cabang olarahraga basket, lay up nya Galih hampir berupa slam dunk, untuk ukuran anak SMP itu sudah kebangetan kerennya. Dribbling nya meliuk-liuk seperti Gary Payton. Urusan rebound dia selalu unggul seperti Denis Rodman versi anak pesantren. Three pointnya jarang meleset. Galih adalah Toni Kukocnya Chicago Bulls, sedangkan saya ?? mascot bantengnya.
Di saat Galih dielu-elukan wanita sejagat smp se Bandung Utara di lapangan, saya riuh rendah di tempat penonton. Saya mengkoordinir para supporter bengal kelas abg tanggung smp. Urusan saya berteriak bersama para supporter-supporter kere yang terbelakang dalam kemampuan olahraga, yang untuk beli minum 1 teh botol saja mesti patungan. Sedangkan Galih di tengah lapangan sana riuh rendah disoraki abg-abg wanita.
Di olahraga bola voley ? sama saja. Galih adalah tukang smash andalan. Smash nya menghujam jantung para supporter wanita kubu sendiri ataupun lawan. Satu kali smash saja teriakan supporter wanita kaya kesurupan jin si Candil, vokalis serius band. Sedangkan saya ? sesekali saya menjadi pemain cadangan yang kebanyakan jobdesnya adalah mungutin bola kalau sudah out ke jalan raya.
Di cabang sepakbola, disaat prestasi tertinggi saya menempati striker pilihan ke 4, Galih adalah striker utama dan satu-satunya pemain yang berhasil mencetak gol ke SMP 15 di pertandingan final antara SMP se Bandung Utara. Syukurlah saya terserang demam tifus komplikasi asma dan sariawan yang mengakibatkan saya mengundurkan diri sebagai pemain. Setidaknya saya tidak mengulangi jobdes mungutin bola kalau out ke kuburan.
Saya akhirnya memilih karir menjadi pingpong di liga bentukan Pa Syahir, guru olahraga legendaris. Liga ini terdiri atas 4 divisi, masing-masing divisi terdiri atas 20 orang yang saling bertemu. Mirip liga Inggris saat kini. Prestasi saya setidaknya membanggakan, saya berhasil promosi ke divisi 2 dengan 10 kali kemenangan berturut-turut. Riuh rendahkah penonton kepada saya?? jelas tidak. Pingpong hanyalah olahraga orang-orang introvert tingkat tinggi yang penontonya terdiri atas pemain lain yang antri untuk bermain, bola pingpong rusak, bat pingpong patah, kusen jendela, handuk keringat, dan spanduk bekas promosi filem Nurul Arifin terbaru. Kadang seisi aula terdiri atas saya, lawan saya dan pa Syahir sebagai wasit. Ngenes bukan ?
Namun nanti ada bagian saya ceritakan dimana ini adalah salah satu episode terbaik saya semasa SMP, tepatnya ketika kelas 2 SMP, dimana saya berteman baik dengan seorang pramuka fanatik, ambisius dalam ilmu tali temali dan menghapal butir-butir pancasila serta visioner dalam menambah tinggi badan, yaitu : Ahmad Suparjan. *bersambung