Thursday, November 28, 2019

SAYA DAN PALEMBANG TRI 2019

*) Bacaan bagi para virgin tri (Bagian 5)
Kawan,
Jakabaring Pelambang adalah venue dimana Asian Games 2018 cabang Triathlon diperlombakan. Oleh karenanya, untuk saya yang alumni SD INPRES ini, keinginan untuk turut serta berlomba di Palembang Triathlon bagaikan Adam Jordan mendambakan Lulu Tobing di sinetron Tersanjung 3 : menggebu-gebu & terburu nafsu.
Kawan, race di Palembang ini istimewa. Pada race triathlon yang sudah-sudah, saya biasanya tidak memiliki beban apapun kecuali mengalahkan diri dari rasa takut menghadapi laut, lalu berjibaku melawan lelah ketika bersepeda dan lari, berjuang dari ketabahan beresin tagihan kartu kredit biaya race&akomodasi, dan paling penting tetap membangun biduk rumah tangga tetap harmonis sehari setelahnya.
Sedangkan kali ini saya dihadapkan pada kompetisi internal yang tidak berfaedah, persaingan yang tidak memberikan keuntungan apa-apa dan berlomba dalam kesia-siaan. Ya, saya akan bersaing dalam sebuah kejuaraan virtual yang menjurus ghoib. Pesertanya ? 4 orang. Itupun 1 mengundurkan diri.
Di antara 400 peserta Palembang triathlon lainnya, saya berkompetisi melawan teman-teman seangkatan kuliah yang akrab namun kurang harmonis, yaitu sebagai berikut :
1. Maryandi. Pemegang rekor lari 400m putra olimpiade ITB angkatan 99. Maryandi lulus cenderung cumlaude dari Planologi ITB. Kemampuan dribbling bolanya di atas rata-rata pemain bulutangkis, kekuatan fisiknya kombinasi Rully Nere dan Jeremy Teti. Prestasi terbesar dan layak dikenang dalam hidupnya adalah berhasil meyakinkan istri untuk dibelikan sepeda TT dan kemudian rumah tangganya tetap akur (setidaknya begitu yang diperlihatkan di media social).
2. Adi Mulyadi. lulus meyakinkan dari jurusan Kimia ITB. Sangat terobsesi mirip Syahrul Gunawan. Fokus mendalami triathlon untuk menebus masa kelam hidupnya yaitu tidak lulus casting “Jin & Jun”. Kemampuan Adi bertriathlon didukung oleh penguasaan tentang “10 dasar kesalahan berenang tingkat pemula”. Pengetahuan lugas tentang teknik efektif bersepeda, serta hafalan doa-doa manasik haji adalah kunci utama kepercayaan dirinya.
3.Lawan terakhir saya dan yang paling kuat adalah Meidy Utama, lulus Cumlaude Teknik Lingkungan ITB 99. Kemampuan memainkan gitar klasik dan penguasaan sempurna dalam tajwid kitab suci menandakan Meidy sebagai produk berhasil dari program Bang Haji Roma pada era repelita IV : Nada dan Dakwah. Meidy adalah kombinasi sempurna antara olahragawan, ilmuwan dan copet pasar baru : Analisa tajam, tidak banyak bicara dan larinya terbirit-birit. Namun sayang di saat-saat akhir Meidy mengundurkan diri karena alasan istri. Alasan absolute yang saya yakin Adolf Hitler saja tidak berani membantahnya.
4. Chaidir Akbar. Teknik Lingkungan ITB 99. Ketua Triathlon Buddies. Jelas ini bukan lawan. Bertugas sebagai juri dan sekaligus pemegang kendali komando seperti petugas iqomat. Tangan dinginnya dalam melatih calon triathlete setara dengan Dedi Dores dalam mengorbitkan penyanyi pop rock macam Nike Ardila dan Popi Mercury. Kami semua mempunyai pandangan yang sama bahwa dari kami berlima dialah satu-satunya yang paling pantas menyandang gelar brand Ambassador Hoka One one, Garmin, Sepeda Trek, Herbalife, sirup Marjan, pelancar ASI Asifit hingga On Clinic.
Palembang tri memiliki rute yang sungguh epic. Berenang 1500m akan dilakukan di danau Jakabaring yang jernih airnya, tawar rasanya dan tentunya tanpa ombak dan arus ! Bersepeda 40Km melintasi jembatan bersejarah dan terindah, yaitu jembatan Ampera. Kemudian berlari 10K akan mengitari komplek Jakabaring Sport City. Persis rute ASIAN GAMES. Rute ini sungguh menarik untuk siapapun yang menunaikannya, terkhusus untuk kami berlima, generasi remaja harapan orde baru yang pada masa kecil pernah terluka kesehatan mentalnya oleh undian PHP permen karet YOSAN.
OMBAK DAN ARUS
Tidak seperti biasanya, menghadapi di Palembang tri ini saya menjadi pribadi yang inheren dengan rasa tenang dan berkawan baik dengan percaya diri. Faktor utamanya dikarenakan swim leg kali ini akan dilakukan di danau yang jelas tanpa ombak dan arus. Kawan, saya coba jelaskan sedikit duduk perkara bedanya ombak&arus dan kenapa ini penting bagi para kebanyakan mualaf triathlete.
Ombak dan arus adalah duet maut dengan dua kepribadian yang berbeda seperti halnya Batman dan Robin, Hawkeye dan black widow atau Endang S Taurina dan Ratih Purwasih. Apakah setiap lomba di laut kita akan mendapati ombak dan arus laut sekaligus atau tidak, itu bagai permainan dadu. Kadang beruntung seperti dapat undian porkas, kadang sial seperti lupa clear chat. Kita ga bisa duga, ombak dan arus kadang hadir kadang izin alfa. Oleh karena nya doa-doa adalah penentu, itulah mengapa swim leg merupakan bentuk amal ibadah yang lebih baik daripada menyantuni wanita berhak tinggi.
Apa perbedaan ombak dan arus ? Begini kawan. Ombak itu dari tampakan nya saja seperti tatapan guru BP pada murid yang ga pakai sepatu warrior : sungguh horror dan bikin ciut. Sedangkan arus adalah hipnotis istri untuk membuka pin HP yang padahal sudah dikunci kombinasi davinci code sekalipun.
Ombak adalah tangible, tampak mata dan gertakan, adanya di permukaan. Sedangkan Arus bersifat intangible, tidak terlihat namun menghanyutkan. Jika ada teriakan “Ini whatssap dari siapaaa??” nah itu suara ombak, sifatnya menggelegar dan bikin cegukan hilang. Sedangkan bisikan lirih “Transfer ya sayang” adalah arus bawah laut, menghanyutkan dan sunyi melenyapkan.
Ombak laut dalam sekejap dapat mengubah seorang triathlete jadi sapi glonggongan, sedangkan arus laut dapat membuat triathlete bersakit-sakit dahulu dan berenang-renang tidak mencapai tepian. Ombak dan arus diciptakan agar para penggiat triathlon tetap rajin berlatih dan selalu dekat dengan Tuhan.
SWIM LEG
Hemat cerita, tibalah saya pada start line. Bendera start diangkat setelah agak terlambat 30 menit dari jadwal yang ditetapkan. Keterlambatan ini masih dalam batas toleransi kami menunggu. Buat kita para triathlete dewasa menunggu selama 30 menit tidak ada apa-apanya, karena kami para pria berpengalaman pernah menunggu hingga 40 hari 40 malam hingga selesai masa nifas.
Kami berenang di danau Jakabaring ini dengan jarak 1500m dengan rute yang membentuk segilima, sehingga total ada 4 buoy sebagai "checkpoint" di danau, sehingga anggap lah jarak antar garis start buoy adalah rata-rata 300m. Adi Mulyadi, Saya, Maryandi berbarengan masuk nyebur ke danau secara bersamaan. Maryandi bergaya lompatan atlet PORDA, gagah. Saya dengan gaya peloncat indah, tapi gagal. Sedangkan Adi dengan gaya pasien IGD turun dari korsi roda.
Kawan, berenang di start triathlon 300m pertama adalah selalu tentang ujian ketenangan dan pendidikan rasa sabar. Tidak terbawa suasana balapan dengan orang lain adalah modal dalam mengarungi kehidupan 1200m sisanya. “kepala ada di kaki, kaki berada di kepala” bukan lagi peribahasa puitis yang penuh kepalsuan konotatif.
Tersenggol, tertendang, tersikut perenang lain biasa terjadi. Kami antar triathlete sudah saling mengerti dan teruji tingkat kedewasaannya. Mungkin kebanyakan triathlete adalah alumni penonton konser punk atau dangdut koplo. Jadi kami tidak akan saling tersinggung sama lain apalagi hingga emosi.
Tapi, rasa saling mengerti yang sedang duduk manis ini tiba-tiba hilang tak bertuan saat Maryandi tanpa salam dan doa untuk 5 agama, tiba-tiba menyusul ngebut dan menyelinap di antara perenang lain. Sejurus kemudian Maryandi terdepan lalu menghilang. Saya tahu Maryandi adalah pemain bola jagoan, penghafal handal rumus-rumus kalkulus dan suami perayu ulung yang senantiasa menghindari konflik antar suku dengan istrinya sendiri. Tapi eskalasi kemampuan berenang Maryandi membuat saya terheran. Di Palembang Tri ini Maryandi gilang-gemilang, setidaknya itu yang tampak mata saya di 300m pertama. Selebihnya saya tak tahu lagi, karena saya kembali berhadapan dengan konflik horizontal dengan diri saya sendiri. Di mana Adi Mulyadi ? Walau tampaknya sedang mempraktekan hafalan "10 kesalahan gerakan berenang di danau", pace berenang nya tetap lebih cepat dibanding Ibu hamil selesai sesar.
Hingga mencapai bouy ke-3 sebetulnya saya tak mengalami kesulitan berarti di swim leg ini kecuali satu hal : kecepatan. Ya, saya dan kecepatan dalam berenang belum saling mengenal jauh, kami masih dalam taraf perjodohan yang dipaksakan. Jadi kami masih di jalan hidup masing-masing tidak saling cemburu. Sedangkan di sisa 300mm akhir, saya kembali ke kebiasaan kesalahan lama yaitu mismanagement gerakan antar lini stroke, kicking, gliding, breathing, sighting. Saya keseringan breathing-sighting-breathing-breathing-sighting, atau kosakata sederhana nya : ngap-ngapan.
Selesai swim leg dan keluar danau, saya sepertinya berada di rombongan akhir para perenang yang mencapai tempat transisi. Adi Maryandi dan Maryandi tampaknya jauh selesai duluan. Saya menghabiskan waktu selama 55 menit, ini catatan terbaik saya dalam mencapai 1500m swim leg selama mengikuti triathlon Olympic Distance di Palembang. Ya karena baru sekali ini. Saya mendapati tempat transisi (T1) seperti baris tarawehan pada 10 malam terahir : sepi dan tersisa yang tua-tua.
BIKE LEG
Waktunya menghadapi bike leg 40Km yang dibagi atas dua loop. Saya akan melintasi 2 tanjakan di jembatan tinggi Ampera. Seharusnya ini perkara kecil dibanding penderitaan tanjakan yang pernah saya alami di triathlin sebelumnya. Yaitu melewati 6 kali tanjakan di Cebu, 18 kali tanjakan argenia loop Sentul dan 24 kali tanjakan percobaan minta sepeda TT ke istri. Dua jalur di sepanjang jalan jembatan ampera Palembang ini dibagi dua, satu untuk kami para pembalap sepeda, satu jalur untuk para pengendara bermotor. Tampak sekali para pengendara bermotor kota pempek ini menyemangati kami para pembalap, yaitu dengan cara membunyi-bunyikan klakson nya. Sungguh riuh. Saya bersemangat. Walau ternyata hal itu fantasy belaka, ternyata klakson2 tersebut agar kami para pesepeda segera menyingkir jauh.
Saya tidak menyia-nyiakan waktu untuk memacu si Bungsu, begitu sepeda saya biasa dipanggil. Target saya menyusul Adi dan Maryandi demi memenangkan persaingan yang tidak bernilai akhlakul karimah apa-apa ini. Namun belum sampe 20 menit diatas sepeda, hujan besar bertatap muka di Palembang, jarak pandang jelas terbatas sekitar 100m. Saya sedikit berhati-hati takut sepeda kepeleset dan jatuh dari jembatan Ampera ke sungai Musi, masa saya harus mulai dari swim leg lagi.
Selama bike leg ini saya berharap dapat melihat atau berpapasan dengan para triathlete nasional sekaligus atlet tuan rumah, seperti Jauhari Johan dan Ahlul Firman,sayangnya ga kesampean. Tampak di rombongan pleton depan ada beberapa yang saya kenal seperti triathlete pejuang antidiabetes Sdr. Piston, sahabat saya sesama anggota Barudak Triathlon Bandung Pak Hendra Kimshenk dan si ganteng maut berdarah cuko asli Palembang keturunan Hakim Olajuwon, Sendy Putra.
Tampak yang lain seperti Adi, Maryandi dan drg. Aditya berada di rombongan pleton yang sedikit tercecer di belakangnya. Sedangkan saya berada di belakang nya lagi, masih berjarak sekitar 3Km dari mereka dan dalam masa perjuangan menyusul selebtrigram kuat kombinasi Lisa Blackpink dan Daud Jordan : Hilda Novianti (@hildnov). Tidak jauh di belakang saya ada Bu Febe (istri pa Hendra Kimshenk) dan adik kelas saya di kampus, Luthfi yang menggunakan sepeda lipat. Ironi.
Di loop kedua, pelan-pelan hujan mulai mereda dan pelan-pelan saya dapat memotong jarak dari Maryandi dan Adi. Tapi karena pelan-pelan, hingga finish bike leg berakhir saya tidak bisa menyusul mereka berdua. Apalagi Piston, Pak Hendra dan Sendy sudah jauh di depan. Sedangkan Hilda ada dimana, saya tidak memerhatikannya lagi. Kata almarhum ayah saya, tidak baik cari-cari istri orang lain.
RUN LEG
Masuk transisi 2, antara sepeda dan lari, saya mendapati semua barang dan peralatan yang saya simpan di transisi seperti sepatu, kaos kaki, visor, bib, baju ganti, foto istri*) basah kuyup karena hujan tadi. ini pelajaran berharga buat saya agar kedepannya barang-barang di transisi baiknya dilindungi kantong plastic, tenda atau asuransi merangkap investasi. *) dalam konfirmasi
Di run out ternyata ternyata bertemu Maryandi. Kami ngobrol sebentar dan tersadar bahwa persaingan di antara berdua ini hanyalah bersifat fana, tapi tidak dengan Adi Mulyadi. Maka kami bersepakat untuk bersekongkol untuk lari bersama-sama menyusul Adi di depan. Setidaknya kami dapat saling menyemangati dan bercerita satu sama lain, minimal dengan Bahasa isyarat. Karena sebetulnya kami tidak ingin bersaing, hanya keinginan saling mengalahkan saja yang sangat besar.
Tampak Adi terlalu jauh untuk disusul, karenanya lepas 5km pertama Maryandi mendisposisikan seluruh kewenangan menyusul ini kepada saya, ditambah tidak ada lagi bahan pembicaraan diantara kami. Ternyata mengobrol sambil berlari kedua setelah berenang 1500m di danau dan bersepeda 40K tak ubahnya keramas sambil push up : belepotan.
Kawan, run leg ini dilakukan di dalam kompleks jakabaring, luar biasa steril dan kami berlari sekencang mungkin tanpa rasa khawatir kesenggol kendaraan bermotor, motor melawan arah atau razia mobil ganjil genap. Namun di 5Km kedua tidak ada lagi kekuatan apapun dari diri saya untuk memacu lari, yang penting finish sehat dan keluarga tetap utuh.
Akhirnya Adi Finish duluan kemudian disusul saya dan diikuti Maryandi. Tampaknya secara de facto Adi Mulyadi memenangkan kompetisi internal ini. Tak terima dengan keputusan ini, kami (tepatnya saya dan Maryandi) bersepakat melakukan rekapitulasi per leg. Dan hasilnya adalah, untuk swim leg 1500m persaingan sia-sia ini dimenangkan Maryandi dengan 43:41 menit, bike leg 40Km dimenangkan Adi dengan 1:14:47 dan run leg 10Km dimenangi saya dengan waktu 53.53 menit. Hasil yang cukup adil namun rawan konflik di tingkat banding.
PENUTUP
Rasa syukur terbesar dari kami bertiga adalah kami tetap sehat dan tidak disusul Hilda Novianti dan Bu Febe. Beruntung juga bahwa kami tidak satu kategori race bersama dengan para triathlete golongan sayap radikal saperti Narita Diyan (@naritadiyan), Ayu Sumardoko (@ayu_soemardoko) dan atau Xtin Milan (@x.t.i.n_m.i.l.a.n). Pengalaman buruk saya disusul di duathlon Powerman, Pariaman Triathlon, Sungai Liat triathlon oleh mereka-mereka adalah bukti empiris bahwa emansipasi wanita kejam bagi kami, para pria dengan keterbatasan stamina.
Selesai race kami bertiga melakukan konsolidasi angkatan dengan Kuch Chaidir Akbar, kami mendiskusikan banyak hal dan mengambil satu kesimpulan bersama. Bahwa sesungguhnya jika ikut race Palembang Triathlon jarak OD pada hari minggu yang diguyur hujan lebat, maka dipastikan besoknya akan memasuki hari Senin.
Demi masa depan yang lebih future.
Rizal Ginanjar @sukria21
Triathlon Barudak Bandung
27.11.19

4 comments:

yanyan_s said...

Mantap tulisannya, jadi enak dibaca dan seuseurian..
Lanjutken..

Narita said...

Sungguh kombinasi gelo dan inspiratif yg mematikan!!hahaha triathlete radikal

Adi Edan said...

HM sub 2 astra, Baltri, SUT

Nizam Alija Nazarudin said...

Inspiratif