Ada dua hal yang mungkin sulit saya syukuri saat ini, yaitu (i) Menjadi seorang farmasis dan (ii) Kekalahan timnas u-23 di SEA GAMES atas Malaysia.
Kawan, dua hari berlalu sudah kekalahan timnas di final SEA GAMES, tapi saya masih saja susah menutupi kekecewaan ini. Saya tidak bisa berbohong perasaan atas ini, sedih dan kecewa, apalagi kalau lihat berita ulasan pertandingan atau forum online yang melibatkan orang malay berkomentar. Pedih rasanya. Kenapa harus kami yang menanggung malu padahal timnas yang berbuat, ini sih seperti siapa yang menghamili siapa yang bertanggungjawab. Sepakbola memang kejam, lebih kejam dari guru BP atau dosen pembimbing tugas akhir. Sepakbola memang tidak adil, bak antara besar penghasilan guru dan calo anggaran.
Pulang dari GBK saya tertunduk lesu, menyesali kekalahan (dan juga lapar). Berjuta ‘mengapa’ dan ‘andai saja’ berjejal di kepala ini bagaikan penumpang kereta ekonomi Serpong-Tanah Abang. Yang paling menyesakkan adalah mengapa kita mesti kalah dari Malaysia. Padahal urusan penyiksaan TKW dan claim seni budaya kurang apa kita dibuat geram, merebut daerah perbatasan, menyayat Manohara hingga dikawininya Bunga Citra Lestari pun kita ga bisa berbuat banyak. Padahal dulu Malaya adalah jajahan Majapahit dan juga Sriwijaya, dulu mereka berguru sama Indonesia dari urusan keberagaman, politik, stabilitas nasional hingga Titihan Muhibah. Mereka hanya punya kuala lumpur, sedangkan kita lumpur beneran segede lapindo.
Mereka sebagian besar daratan kita kepulauan, kita punya pulau komodo mereka hanya ngaku-ngaku, Upin-Ipin juga ngikut-ngikut gaya pa Ogahnya si Unyil, Sheila Madjid nya ga semuda Sheila Marcella. Mereka hanya punya Twin Tower, tapi tidak seheroic Monas, tugu proklamasi atau VCD Bandung lautan Asmara. Pokoknya terlalu banyak alasan untuk lebih berbangga menjadi orang Indonesia karena kita daripada Malaysia.
Kekesalan terlebih lagi bukan karena permainan Malay yang sebagus Uruguay atau AC Milan bisa habis menghajar tim kita 7-0 atau 5-1, mereka cuman bisa menang drama adu penalty. Padahal kalau urusan drama kita jagonya, mulai dari drama KPK Vs Susno Duaji, Gayus & Anggodo, Century Vs Sri Mulyani, Bakri Vs Panigoro, Nazaruddin VS demokrat serta drama sinetron hingga seri Tersanjung 7.
Ah, andai saja Ferdinan lebih kencang tendagannya, andai saja Stevie ga sakit lambung, andai saja Wanggai ga cedera, andai saja Diego ga lebih ganteng dari saya, mungkin ceritanya akan lain, mungkin Chealsi Olivia juga akan menyesal.
Tapi kawan, meratapi kekesalan dan kekecewaan ini mungkin tidak akan menyelesaikan permasalahan, seperti halnya kita mengadukan masalah macetnya Jakarta ke Mahkamah Konstitusi. Anggap lah sudah nasib. Nasib seorang Indonesia yang masih harus bersabar menunggu gelar juara sepakbola yang sudah 20 tahun kita tidak rasakan, nasib seorang Indonesia yang kena macet tiap hari, yang kementriannya korup korup, yang politisinya maling maling, yang tidak tahu akhir dari Nazaruddin, yang masih harus menunggu 2 tahun lagi untuk punya presiden baru, yang tidak tahu kenapa Paramita Rusadi bercerai dengan Gunawan.
Sudahlah mudah-mudahan ini pelajaran berharga bagi kita semua terutama PSSI dan Arifin Panigoro agar tidak sombong dan selalu rajin menabung. Anyway, terimakasih atas perjuangan rekan timnas, kalian sangat membanggakan. Di umur U-23 tidak banyak orang yang bisa membuat bangsa ini berdegup, berteriak, dan membuat gemetar seisi ruang keluarga, pos hansip RW, kelurahan, panti pijat hingga Cikeas. Saya berdoa mudah-mudahan kalian tidak berhenti di sini, masih ada piala asia, AFF, olimpiade dan piala dunia. Semoga kalian hidup bahagia, menikmati semua latihan dan pertandingan, jadi bintang iklan, artis infotainment, anggota DPR, wakil menteri, ketua KPK atau penasehat presiden. Tapi percayalah menjadi pesepakbola lebih bisa membahagiakan dan membanggakan masyarakat daripada menjadi presiden atau anaknya presiden. Satu titip yang kalian harus hindari, yaitu menjadi seorang farmasis, nanti saya kasih tau.
No comments:
Post a Comment