Thursday, February 02, 2006

Kandang oh.. kandang

Bertandang ke tim lawan sudah pasti merupakan salah satu mimpi buruk bagi PERSIB. Bagaimana tidak, PERSIB mempunyai rekor yang tidak menggemberikan tiap tahun ke tahun dalam pertandingan tandang.

Tercatat ketika musim Juan Paez menjadi peatih, PERSIB tidak pernah meraih satu kemenangan pun di kandang lawan. Zamannya Ki Tohir masih lumayan, 2 pertandingan di kandang lawan, si maung Bandung berhasil meraih poin penuh, yaitu saat menang lawan Sriwijaya FC dan PSS Sleman. Pertandingan lainnya ? draw adalah hasil yang masih lumayan eta oge kalau sang dukun teu nundutan. Sisanya? jelas eleh! Baik eleh secara baik-baik (maksudnya tetap bertanding tapi hasilnya eleh, Red) ataupun secara tidak baik-baik (Rusuh atau w.o)!.

Namun fenomena ini ternyata secara umum terjadi pada klub-klub lainnya, tidak hanya di Indonesia malah menjadi fenomena dunia. Namun mungkin prosentasenya yang berbeda-beda. Yah contohnya saja, jika PERSIB bertanding di San Siro melawan AC Milan kemungkinan hasilnya adalah kemenangan untuk AC Milan, nah jika bertanding di Senayan (sekarang Bung Karno) PERSIB kalah 0-8, jelas bukan ? (Ingat!, Senayan kan bukan kandang PERSIB). Namun jika bertanding si Siliwangi hasilnya belum tentu demikian.

Banyak yang memperkirakan dan beranggapan, fenomena ini dikarenakan oleh factor Supporter (=bobotoh). Tim yang bertanding di kandang merasa lebih percaya diri karena factor dukungan di stadion dari para penonton (yang notabene pendukungnya) berupa pujian, sanjungan, tepuk tangan, nyanyian, teriakan dll yang begitu riuh seolah energi tambahan bagi para pemain tuan rumah. Sedangkan buat tim yang bertandang, sanjungan-tepuktangan-nyanyian-teriakan-lemparan penonton seolah pasukan perang Purnawarman yang siap menerkam setiap saat. Hasilnya, pemain tamu merasa tidak aman, was-was, takut yang pada akhirnya tidak berkonsentrasi untuk menerapkan stratgi pelatih dalam bermain sepakbola dan keadaan ini dimanfaatkan oleh tim tuan rumah untuk menguasai (dan memenangkan) pertandingan. Sederhana bukan ?

Lalu, yang terjadi pada PERSIB….
Zamannya ki Tohir musim kemarin, draw di kandang adalah petaka ! Apalagi kalah di kandang ! Hal itu bagaikan ucing endogan (suatu hal yang teu mungkin).
Di musin 2006 ini, padahal penonton begitu membludak dan (kembali) meleber sampai ke pinggir lapangan. Nyanyian-tepuk tangan-teriakan tetap riuh dan menggema, namun hasilnya PERSIB eleh 1-3 ku PSIS dan (lebih menyakitkan) eleh lagi 0-1 oleh tim yang masih ololeho, PERSIJAP.

Ada apa gerangan PERSIB ?

Berikut adalah analisis beberapa kemungkinan mengenai kekalahan PERSIB terkait dengan dukungan bobotoh :


1. PSSI mengeluarkan peraturan agar telinga para pemain di cocoan ku kapas atau ku earphone (maap mun teu sabanding ). Jadi mereka tidak mendengar apa yang diteriakan oleh supporter tuan rumah, jadi pertandingan berjalan seimbang dan kemenangan sangat ditentukan oleh kualitas pelatih dan performa pemain di lapangan karena perasaan percaya diri tim kandang atau was-was tim tamu tidak ada perbedaan yang signifikan.


2. Terjadi tranformasi audio visual. Kebanyakan bobotoh sebelum berangkat ke stadion siliwangi mereka makan siang terlebih dahulu. Yang jadi permasalahan adalah kebanyakan bobotoh makan siang di Rumah Makan Padang (nu aya di tiap pengkolan kota Bandung). Makanya terjadi transformasi audio di dalam lambung ketika bobotoh berteriak “Hidup PERSIB!” yang sampai ke telinga pemain di lapangan menjadi “Hidup Semen Padang!”. Lambaian dan gerak tangan penonton pun terlihat seperti tari piring. Dengan seperti itu keadaan menjadi netral bagi kedua tim di lapangan dan dengan demikian kemenangan sangat ditentukan oleh kualitas pelatih dan performa pemain di lapangan karena perasaan percaya diri tim kandang atau was-was tim tamu tidak ada perbedaan yang signifikan.


3. Terjadi penyelundupan di tribun VIP. Mana pernah penonton di tribun VIP melakukan tindakan anarkis berupa pelamparan botol atau batu. Tapi ketika bertanding lawan PERSIJAP penonton di tribun VIP adalah penonton yang paling agresip melakukan pelemparan. Dan yang mengejutkan pelamparan dilakukan ke arah Pelatih Risnandar. Padahal Risnanadar tidak melakukan hal yang di luar kebiasaan (karena kekalahan PERSIB di tangan Risnandar sudah biasa). Jadi sebetulnya sepanjang pertandingan, penonton di VIP itu bukan pendukung PERSIB. Dugaan ini diperkuat, selama pertandingan tribun VIP selalu menggagalkan people wave (gerakan loncat beriringan hingga menghasilkan seperti gelombang).

Analisis-analisi tersebut hanyalah beberapa dari berbagai analisis yang berhasil di himpun oleh tim burahol. Masih banyak analisis ngaco dan sakahayang lainnya yang jika di ekspos di majalah Playboy pasti akan memancing polemik nasional.
(tentu, Yang jadi polemik bukan masalah isi analisisnya tapi masalah majalah Playboynya)

Bersambung…
Hidup PERSIB !! Hidup bobotoh!!!!