Friday, November 23, 2018

SAYA DAN SENTUL ULTRA TRIATHLON 2018

*) Bacaan untuk para virgin Triathlon (bagian 3)
Kawan,
Ada dua kejadian yang membuat saya terheran-heran tahun 2018 ini. Yang pertama kenapa Angel Elga mau kawin sama Vicky Prasetyo. Yang kedua kenapa saya mau terbujuk rayu untuk ikutan race Sentul Ultra Triathlon (SUT 2018) dengan jarak : berenang 1500m, bersepeda 90Km, berlari 21.1Km.
Berbekal hanya dari referensi Kuch Chaidir Akbar (Idir), rayuan gombal nya bilang bahwa “SUT hanyalah ajang non kompetitif, ajang latihan bersama, tempat ketawa-ketawa para triathlete dan DNF pun ga apa-apa”. Dan saya percaya begitu saja bagai pasien IGD mau disuntik antitetanus.
Sebagai sesama laki-laki yang pernah mengenyam Pendidikan Moral Pancasila serta sama-sama mengidolakan Ibra Azhari, rasanya Kuch Idir tidak mungkin membohongi saya. Kami sama-sama percaya bahwa Tuhan akan marah atas semua perbuatan bohong, kecuali tentang harga sepeda kepada istri.
Namun mengenai “DNF pun ga apa apa” saya ko tidak terlalu yakin, apa benar para triathlete senior sepemurah itu ? Status DNF bisa membuat arwah keringetnya nguap gentayangan. Buat saya sendiri, bagaimanapun saya ini pemenang dari kompetisi milyaran sel sperma yang diselundupkan Ayah di Rahim ibuku setiap hari. Jadi untuk “DNF pun ga apa-apa” buat saya agak mengganggu martabat, walaupun selama ikut race triathlon di mana saja, martabat ini tak pernah punya tempat yang layak.
Kawan saya jelaskan sebentar, peserta SUT 2018 ini dikelompokkan atas beberapa golongan :
i) Golongan Triathlet Sufi, mereka yang akan menyelesaikan jarak double Ironman, (281.2 miles) mereka akan menghabiskan waktu maksimal kira2 36 jam..!! mereka start dari sabu pagi, akan selesai kira-kira di minggu malam. Bayangkan, dengan menghabiskan waktu 36 jam, Dangdut Academy sudah bisa masuk babak semifinal, sedangkan para triathlete sufi ini masih saja tawaf di Sentul.
ii) Golongan para jagoan namun butuh hidayah, yaitu golongan orang-orang triathlete senior yang pernah melewati jarak triathlon 70.3 miles, mereka ditempatkan pada hari sabtu atau minggu pagi untuk menempuh jarak 70.3 atau 140.6. Golongan ini bakal berada di race Sentul saat jam 12 siang, dimana panasnya mirip sama di Mekkah, namun pahala nya tetap saja pahala Sentul. Butuh hidayah bukan ?
iii) Golongan awam dan penuh ampunan, yaitu golongan orang-orang sok jagoan yang belum pernah mengenyam jarak 70.3 miles sekalipun, saya ada diantaranya. Kami ditempatkan di start sabtu sore. Tidak kena panasnya siang Sentul, namun berpeluang bertemu sundel bolong karena jam 12 malam masih ada lintasan. Keuntungannya COT nya diperpanjang hingga 8.5 jam, karena kami golongan yang penuh ampunan.
Dengan penggolongan seperti itu tentu saja saya tidak sempat bertemu para senior-senior dari teman2 ahlu ilmiah wal jamaah G10 seperti Roy Iskandar, Achmad Danang, Benyus, Mba L, Uda Darwis, Kang Awal, Piston dkk tidak juga ketemu om-om GOTRI penebar diskon kasih sayang macam Rudy Winarto, Om Reza, Om Ray, Om Aidil, Capt Renato, Om Ikbal, Om Joni, teman-teman F3 Lae DMP, “Mr. Happy” Lala, Om Senjaya dkk, apalagi bertemu teman-teman Tribuds 2017 yang butuh kasih sayang mertua seperti Franklyn, Narita, Hilda, Sendi dkk. Saya sempat bertemu Tirfan dan Yoyo yang habis finish sebagai bagian dari tim Jagoan yang butuh hidayah.Itu pun mereka terburu-buru mau pergi dengan muka ga enak seperti sudah nahan BAB 3 hari 3 malam.
SWIM LEG
Saya datang agak terlambat ke kolam, dan menjadi orang terakhir masuk ke kolam. Tampaknya tidak ada tanda-tanda adegan "latihan bersama" seperti yang disampaikan kuch Idir seperti di awal. Yang ada malah saling pamer kekuatan dan kecepatan renang masing-masing hingga kolampun bergoyang dan berombak. Jelas harkat&martabat langsung tunjuk tangan. Tidak sempat pemanasan lama-lama saya langsung nyebur ke kolam. Saya mulai berenang dengan gaya berenang yang saya tidak pernah lulus test EBTA praktek, yaitu gaya bebas.
Di race ini saya harus menyelesaikan berenang sejauh 1500m. Di 500 m pertama mungkin saya layak dapat penghargaan piala citra atas keberhasilan acting saya memeragakan renang seperti Matt Damon di film The Bourne Identity : atletis dan kebapak-an. Sampai pada akhirnya saya disamperin manusia setengah Hercules setengah ki Joko Bodo yaitu : Willy Pratama. Om Willy mendekati saya di ujung kolam dan menenangkan saya : “pake gaya katak mas biar HR nya turun”. Atas daya cenayangnya itu dia tahu persis sebenarnya saya sedang berjuang keras mendapatkan bulir-bulir oksigen karena memaksakan gaya bebas. Walhasil di 400m terakhir menuju 1.9K saya sudah habis nafas bagai Ona Sutra gagal nyanyi lagu Mariah Carey. Perlu dikasihani.
Kawan, saya lupa menyampaikan. Sesi berenang Triathlon biasanya dilakukan di laut, danau atau sungai. Namun karena konsep nya "latihan bersama" maka Sentul Ultra Triathlon ini dilakukan di kolam berenang. Berenang di laut biasanya dilengkapi rasa cemas secara tak terpisahkan sama sekali, bagai krisdayanti dan raul lemos. Cemas takut tergulung ombak, nyasar di tengah lautan atau cemas karena istri kelamaan ngecek HP yang dititipkan.
Biasanya jika berenang di laut, di tengah2 laut itu ada buoy sebagai penanda jarak dan rute. Beberepa perenang penuh ampunan akan berhenti sejenak di buoy untuk ambil nafas sejenak atau benerin kacamata renang atau apapun. Hanya saja untuk sekedar pegang buoy di tengah laut itu antrinya sudah seperti pembagian zakat fitrah di masjid Istiqlal, berdesak-desakan dan mengancam nyawa. Kalaupun sempat pegangan buoy, di belakang biasanya sudah antri kaya mau cium hajar aswad.
Nah enaknya di SUT ini kita kapan saja bisa menepi di ujung kolam untuk sekedar jeda sebentar, mengambil nafas dalam-dalam, sambil cek IG lambe turah atau hingga belanja online. Namun hati-hati, di SUT ini fotografer pujaan wanita & kesayangan pria seperti Cieko siap menjepret momen-momen aib apa saja, seperti ketahuan berjalan di kolam, pegangan tali pembatas atau garuk-garuk kemaluan teman.
BIKE LEG
Masuk bike leg, saya dihadapkan pada 2 kenyataan : minta berhenti menjadi peserta yang DNF atau lanjut bike leg dengan resiko pisah ranjang. Saya izin ke istri ikut SUT ini hanya sebagai peserta latihan bersama, sekali lagi bukan race kompetitif. Latihan bersama menurut kamus rumah tangga kami paling lama adalah 3-4 jam tanpa surat izin. Mengenai durasi COT 8.5 jam, saya sengaja sembunyikan sesuai prinsip para pria yang pernah baca RPUL : "Minta maaf lebih mulia drpd minta izin". Namun, entah karena firasat keibuannya sekaligus skill badan intelejen, kali ini istri saya tumben-tumben mau ikut hadir di “latihan bersama” durasi 8,5 jam ini. Siyal.
Kembali ke bike leg, satu loop di SUT ini setara 5Km, artinya saya harus menghabiskan 18 putaran untuk mencapai jarak hingga 90Km. Ingat 18 keliling. Peribahasa pusing 7 keliling tidak sampai setengahnya di SUT ini, ini 18 keliling bung!.
Pada loop 1-3 istri saya masih mau bertepuk tangan memberikan semangat, mengacungkan jempol dan tersenyum lebar seperti baru menerima uang bulanan, tampak romantis bukan? Dari kejauhan dia tampak seperti Sophia Latjuba versi Syariah, saya Indra lesmana versi dangdut, kami pasangan serasi namun rawan perpecahan.
Masuk loop 5, 6, 7 saya masih prima bagai Primus di "Panji milenium", masih bisa tebar-tebar senyum ke Istri yang masih setia menunggu di tempat awal, walau sekarang dia lebih mirip komandan Polwan yang sedang mengintai judi sabung ayam, wajah kesal dan siap menerkam. Tidak mirip Jihan Fahira sama sakali.
Masuk loop 11, 12 dan seterusnya saya sudah menjadi peserta upacara bendera pada bagian mengheningkan cipta, tertunduk lesu dan tak bersuara. Saya baru menyelesaikan bike leg 90K total hampir 4.5 jam. Saya sudah tidak berani lagi menyapa satu-satunya cheering point yang saya punya di event ini, tak lain yang mulia istri saya. Seringainya sudah mirip guru BP yang telat gajian, mendekatpun saya ga berani. Sebagai golongan awam dan penuh ampunan, saya layak untuk diampuni. Untuk tidak masuk ambulans saja, saya sudah beruntung, sudah sangat mengurangi beban ketertiban jalannya acara SUT ini. Kuhibur Sophia Latjubaku seperti itu, dia mengerti namun tampak muram. Setidaknya saya aman dari ancaman pisah ranjang.
RUN LEG
Kawan, salah satu godaan terbesar di SUT ini adalah rasa bosan, bayangkan kami nge-loop sepeda 18 keliling, dengan tanjakan yang sama, pemandangan yang sama, cheering point yang sama, istri yang sama. Kemudian rasa bosan ini harus saya lanjutkan di runleg dengan walau dengan putaran yang berbeda. Tapi pemadangannya sama, cheering point yang sama, istri yang sama dengan tampak yang berbeda-beda. Di run leg saya harus menyelesaikan 4 loop atau total 21.1 Km. Pada 5 Km pertama saya masih bisa berlari layaknya laki-laki normal : tenang dan tetap waspada, waspada dari gangguan begal, hantu, agen asuransi dan agen MLM. Loop 2 atau masuk 10K karena hari semakin malam, saya mulai takut hantu, karena ternyata saya harus melewati beberapa titik agak gelap dan sepi yang luput dari pengamatan marshal. Seharusnya saya berlari bersama istri saya, pasti hantu yang takut.
Loop 3 saya mulai takut begal, saya tak punya lagi tenaga ekstra untuk melawan jika begal-begal itu hendak merampok jam tangan, sepatu atau bahkan trisuit saya. Di saat-saat kritis inilah saya bertemu Dika dari G10triathlet, ada Dimas Gotri dan 2 teman lagi dari Bintaro runners. Seperti kata pepatah, 1 orang takut + 2 orang takut = 3 orang pemberani. Bersama mereka berlari bersama layaknya tentara Amerika kena ranjau darat di perang Vietnam, tertatih-tatih tapi tetap tampak heroic. Masuk loop 4 kami berlima sudah kepayahan. Saya menemukan pepatah baru, 1 orang triathle di KM 15 + 2 orang triathlete di km 15 = 3 ibu-ibu habis operasi sesar. Lemah dan pasrah. Yang satu pegang pinggang, yang satu meringkih, yang satu usap-usap perut tanda lapar. Kalaupun saat itu dicegat begal, saya sudah tidak bisa melawan lagi, saya hanya minta trisuit saya jangan diambil, karena saya tidak pakai celana dalam.
Sampai lah di 1 km terakhir menuju garis finish, Dika dan teman2 dari Bintaro runners sudah lari tunggang langgang kembali, sementara saya dan Dimas masih mencoba berlari dengan rasa sabar, tawakal, lemas & penuh doa. Di garis finish sana lah puncak rasa khawatir saya melebihi takut pada begal dan hantu, yaitu intel rumah tangga merangkap satpol pp merangkap pasangan hidupku yang sudah menunggu sekitar 8.5 jam.
Selesai finish, saya kemudian di datangi Om Farhan, Dewan penasehat The Cunihin yang selalu mengajarkan bahwa kita harus mengutamakan 2 hal di dunia ini (i) Tuhan Yang Maha Esa (ii) Mertua yang maha berkuasa. Andai saja saya kabareskrim, Om Farhan sudah saya kenakan pasal perbuatan criminal ringan karena dialah sesungguhnya agen MLM utama yang menjebloskan saya menjadi downline nya di triathlon ini.
Akhir kata, Saya menyatakan tidak akan pernah ikut SUT 2018 lagi, saya kapok dan merasa tertipu tentang “SUT hanyalah ajang non kompetitif, ajang latihan bersama, tempat ketawa-ketawa para triathlete dan DNF pun ga apa-apa”. Namun saya akan ikut lagi SUT 2019 bersama golongan orang-orang yang butuh hidayah lain nya. Saya mendoakan Om Paulus (Race Director )& Kuch Chaidir Akbar (ketua Tribuds) sebagai penyelenggara SUT 2018 diberikan kesehatan, kesempurnaan, keamanan, kebersihan dan kebahagaiaan selalu sehingga kami tetap bisa dijalur hidup yang salah ini.
Rizal Ginanjar The Cunihin
sukria21
#Bersambung