Thursday, October 22, 2015
Antara Final ISL di Palembang dan Final Piala Presiden di GBK
Dari berbagai pengalaman travelling saya, hanya ada 3 trip yang saya anggap paling sarat nilai spiritual. Yaitu (i) ketika umroh ke tanah suci Makkah-Madinah, (ii) yang kedua saat mengunjungi Tajmahal di Agra-India dan yang terahir (iii) saat nonton pertandingan Persib di final. Baik final ISL Persib Vs Persipura di Palembang tahun 2014 dan tentu saja Final Piala Presiden Persib Vs Sriwijaya FC 2015 di GBK.
Jika saya ditanya, lebih berkesan mana antara menghadiri pertandingan Final ISL 2014 atau Final Piala Presiden, jawabannya jelas sulit. Sesulit memilih di antara Cut Tari atau Luna Maya, antara Viki Burki atau Kiki Fatmala, atau memilih antara Duo Serigala atau Trio Macan. Masing-masing memiliki kelebihan dan daya lemah iman yang berbeda satu sama lain. Dilema.
Jadi manakah yang lebih menarik antara Final di Palembang atau GBK ?
Mari kita nilai dan bandingkan satu-satu.
A. Sebelum pertandingan
A.1. Ke Final Palembang Liga 2014
Perjalanan ke Palembang bagaikan perjalanan bulan madu dan piknik, pergi bersama istri (sebetulnya bukan lagi bulan madu, tapi bulan racun-tapi ya sudahlah).
Saat berada di Bandara Soekarno Hatta (SH), jelas kami mengenakan seperangkat atribut bobotoh. Dengan atribut tersebut saya bisa tampak seperti mandor perkebunan VOC, sombong tapi miskin. Syahdu-nya kami memakai atribut bobotoh sama halnya dengan syahdu-nya rombongan umroh memakai kain ihrom. Bangga sekaligus tanda iman. Di Bandara SH ini, jumlah kami yang ribuan adalah pusat perhatian sehingga menjadi selebirits dadakan.
Saya tebar senyum ramah sana sini bak artis infotainment hendak konferensi pers tentang rencana operasi plastik payudara. Untuk foto bareng sebetulnya dengan senang hati saya ingin melayani orang-orang di bandara ini, hanya sayang tidak ada yang mau. Namun dari raut wajah-wajahnya, saya tahu persis bahwa orang-orang di bandara ini sangat menerima kehadiran bobotoh karena menjadi sebuah pemandangan unik dan tak lazim, walau cenderung sia-sia.
Dan lalu bayangkan, tatkala kami sudah berada di kabin pesawat untuk take off, terdengarlah seruan pimpinan awak kabin dalam opening speech-nya menyambut para penumpang “Selamat datang para bobotoh Persib yang akan melakukan perjalanan bersama kami ke Palembang. Semoga Persib bisa juara..!” Tidak dalam hitungan detik, seisi pesawat bersiul dan bersorak ramai persis anak STM setelah dinyatakan lulus dalam ujian nasional. Tidak lupa ada yang membalas dengan pekikan “Hidup persiiib..!”. Saya termasuk di dalamnya dengan perasaan setengah mati bangga dan tak sadar mengangguk ngangguk, dagu sedikit mendongak seperti aktor FTV mendapatkan sertifikat lunas pembelian tanah.
Siapapun kepala awak kabin itu, bagi saya suara berwibawa yang keluar dari getaran tenggorokannya lebih merdu dari Elia Kadam saat bernyanyi "Boneka cantik dari India".
Sesampai di bandara Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang, kami para ratusan bobotoh, lagi-lagi di sambut ramah oleh siapapun orang yang berada di sana, tanpa kecuali. Di antara mereka semua ada satu bapak-bapak setengah baya yang menghampiri saya dengan ramah dan muka girang. Saya pun senang “Akhirnya ada juga yang mau ngajak foto bareng ke rombongan bobotoh ini”, dalam hati saya. Benar saja, ketika semakin mendekat dia mengajak bersalaman dan menyapa sangat sopan “ Taksi mas..”.
A.2. Ke Final GBK (Piala Presiden 2015)
Jauh berbeda dengan saat perjalanan ke Palembang, perjalanan saya dan teman-teman bobotoh lainnya ke GBK adalah seperti perjalanan kaum bani Israil yang akan membelah laut merah. Dipimpin Djajang Nurjaman sebagai Musa dan Ridwan kamil sebagai Harun. Kami adalah kaum terpiilih yang akan menuju tanah yang dijanjiakan, yaitu Stadion GBK. Sebagaimana kaum itu saat beranjak, kami diliputi ketegangan, rasa waswas dan penuh waspada. Bukan karena takut berhadapan dengan tentara firaun yang membabi buta, sekali lagi bukan, namun kami tak tahan rasanya untuk sekedar membayangkan jika kami gagal menginjak tanah itu dan gagal berpesta juara bersama puluhan ribu kaum kami di sana. Kekuatan iman lah yang membuat membuat kami siap tempur dalam menghadapi segala kemungkinan bergesekan dengan supporter tuan rumah, The Jak, yang sudah lama selalu bentrok dengan supporter Persib.
Bobotoh lewat perwakilannya, Heru Joko, menyatakan bahwa bobotoh akan berbondong-bondong memenuhi GBK dengan rombongan bus besar, sesuai jatah tiket yang disediakan yaitu 80ribuan orang. Sebagai apa saya beserta rombongan 80 ribu an ini, apakah sebagai korwil ? bukan. Tim acara ? bukan. Donatur ? bukan Mmberi kata sambutan ? juga tidak.
Saya hanyalah bubuk rengginang di kaleng Kong Ghuan. Atau singkatnya saya ketinggalan rombongan bus besar bobotoh, padahal diberitakan bahwa hampir 600 bus mengangkut bobotoh dari Bandung. Namun apa daya, saya tercecer berdua dengan teman saya, Bayu Erdiansyah yang selalu rencana kerja hidupnya bentrok dengan agenda tidur. Karena ketinggalan bus, saya putuskan membawa mobil sendiri dari Bandung lalu transit di Bandara Halim untuk kemudian menggunakan taxi menuju GBK. Saya pilih transit di Bandara karena kami anggap bandara adalah ruang public yang penjagaanya selalu seperti kostum cheerleader : ketat dan wangi. Sehingga aman dan nyaman.
Berbeda dengan di Bandara SH dulu saat akan pergi ke Final Palembang, jangankan sombong bak mandor VOC untuk menampakkan diri, di Bandara Halim ini kami sangat tergesa gesa untuk mendapatkan taksi menuju GBK. Kami seperti nenek-nenek hamil tua yang harus sesegera mungkin dilarikan ke bidan terdekat. Tujuan kami tergersa-gesa dan sembunyi-sembunyi ini hanyalah satu, untuk menghindari publik di bandara tahu bahwa kami ini bobotoh yang tercecer dan diculik supporter Persija sehingga dapat menggagalkan kami menginjak tanah yang dijanjikan tadi, yang mulia Gelora Bung Karno.
Setelah saya sukses mendapatkan taxi dari bandara Halim, mucul masalah baru, taksi tersebut tiba-tiba berhenti di depan menara Saidah-Cawang setelah mengetahui persis bahwa tujuan saya sebenernya adalah stadion GBK, bukan plaza EX yang sebelumnya saya coba berbohong agar taksi ini mau mengangkut kami. Bukan ucapan "selamat datang boboth persib.." seperti kata kepala awak kapal yang mirip Elia Kadam itu yang saya dapatkan, namun malah usiran halus “ “Mas naik ojek saja, karena mobil tidak bisa melintas jalan Thamrin, sudah ditutup”. Sial. Pernyataan supir taxi itu jelas mendebarkan saya seperti "Pah, besok waktunya bayar sekolah anak.."
Singkat cerita sampailah saya dan Bayu di kompleks GBK dengan menggunakan ojek pangkalan. Namun saya harus menjemput teman lainnya di mall FX karena tiket masuk stadion dipegang dia. Dia adalah Aji Nugraha yang posturnya adalah gabungan dari Glen Fredly dan Habib Rizieq. Aji ini keren sekali di mata saya, bagaimana tidak ini di saat puluhan ribu bobotoh tidak bisa mendapatkan tiket masuk stadion, lulusan sipil ITB malah kelebihan jumlah tiket.
Masalah baru sekarang adalah bagaimana saya bisa masuk ke stadion GBK dari mall FX, sementara di pelataran mall ini berjubel sekali orang-orang kucel yang tidak jelas dan susah dibedakan mana lawan mana kawan, mana kaum bani Israil mana tentara Firaun, mana intel mana perusuh. Kembali hanya dengan keteguhan imanlah, saya dan teman-teman berlima siap tempur dengan segala resiko, kami sudah tidak sabar masuk GBK. GBK tinggal 100 meter di hadapan kami.
Mungkin inilah waktunya kami untuk memperjuangkan hak kami dengan cara revolusi fisik untuk mencapai tanah yang dijanjikan. Saya sekarang berlima, bersama Bayu Erdiansyah, Aji Nugraha dan dua teman baru saya yaitu Yuda dan Ucok. Melihat komposisi berlima ini saya yakin perjuangan fisik ini bisa terlampaui.
Sebagai skenario, Bayu adalah pembuka jalan karena dengan wajah tampan bagai Andy Lau gagal diet, orang akan mengira bahwa tujuan dia sebetulnya adalah Mall Senayan City bukan GBK. Di belakang nya Aji, dengan menggunakan topi khas Glen Fredly, berjanggut panjang dan murah senyum, orang akan mengira kalau dia adalah aktivis remaja masjid, sehingga orang akan lebih takut diberi ayat-yat suci dibanding beradu jotos. Yuda dengan muka seram dan jangkung ceking mirip preman lolos dari operasi Petrus dan Ucok yang berbadan tegap dan sangat berotot seperti petinju yang baru mendapatkan medali perunggu di pekan olahraga nasional. Kombinasi mereka berempat harunsya membuat perusuh mikir dua kali untuk mengganggu kami dengan tangan kosong.
Sedangkan peran saya yang berwarna kulit kuning langsat, pipi chubby, berusaha memasang wajah seram untuk menakuti-nakuti orang, tidak lupa membusungkan dada. Bukannya seperti anggota tarung drajad yang membuat seram, yang ada saya lebih mirip Rafi Ahmad sedang ngeden nahan sakit ambeien komplikasi bisul di ketiak. Beban kelompok.
Alhasil, sampailah kami di tanah yang dijanjikan itu yaitu stadion Gelora Bung Karno .. !! Kami memang kaum yang terpilih. Di dalam stadion bobotoh saya hitung bobotoh ini bisa memenuhi seluruh quota jamaah haji di tahun 2010, betapa banyaknya mereka di GBK. Sebagai rasa syukur lalu Aji mengajak saya untuk menunaikan sholat magrib sebelum pertandingan di mulai. Saya berdalih akan jama-takhir. Sungguh kami kombinasi supporter agamis opportunis.
A.3. Kesimpulan Sementara
Kesimpulan nya, jelaslah Final Persib di Palembang adalah perjalanan bulan madu bersama istri impian. Indah dan merangsang. Sedangkan Final di GBK seperti mengunjungi rumah calon mertua yang baru cabut gigi tanpa obat bius. Horror dan Menegangkan.
B. Saat pertandingan&Setelah pertandingan
* Bersambung
Subscribe to:
Posts (Atom)